
JAKARTA - Pergerakan pasar keuangan global di awal pekan ini tampak beragam. Meskipun sebagian bursa mengalami kenaikan, sebagian lainnya justru bergerak melemah. Hal ini menjadi cerminan dari kondisi investor yang tengah menanti kejelasan arah negosiasi perdagangan antara dua negara ekonomi terbesar dunia, Amerika Serikat dan China.
Dengan berbagai sentimen yang bergulir, pasar Asia menunjukkan pola fluktuatif yang mencerminkan sikap waspada para pelaku pasar. Mereka memilih menunggu kepastian hasil diplomasi dagang sebelum mengambil posisi investasi lebih lanjut. Di sisi lain, kinerja bursa saham Amerika Serikat atau Wall Street justru melaju dengan kuat berkat dukungan dari laporan keuangan korporasi yang melampaui ekspektasi dan munculnya kesepakatan dagang baru dengan sejumlah mitra dagang AS.
Bursa Saham Asia Bervariasi
Baca Juga
Pada perdagangan hari Senin, 28 Juli 2025, bursa saham di kawasan Asia Pasifik menampilkan pergerakan yang bervariasi. Situasi ini terjadi di tengah perhatian investor yang tertuju pada perkembangan perundingan perdagangan antara Amerika Serikat dan China. Negosiasi dijadwalkan dimulai pada hari yang sama di Stockholm, Swedia.
Pertemuan tersebut akan dipimpin langsung oleh dua tokoh penting dari masing-masing negara: Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, dan Wakil Perdana Menteri China, He Lifeng. Menjelang dimulainya negosiasi, Bessent mengungkapkan harapannya agar tercapai perpanjangan gencatan perdagangan selama proses dialog berlangsung. Ia juga menyampaikan bahwa topik pembahasan tidak hanya akan mencakup tarif perdagangan, tetapi juga isu strategis lain seperti pembelian minyak oleh China dari Rusia dan Iran.
Sementara menunggu hasil perundingan, pasar bereaksi hati-hati. Indeks Nikkei 225 di Jepang tercatat turun sebesar 0,85%, sedangkan indeks Topix mengalami koreksi sebesar 0,44%. Di Korea Selatan, indeks Kospi mencatat kenaikan ringan sebesar 0,15%, sedangkan indeks Kosdaq cenderung stagnan. Dari Australia, indeks ASX 200 menunjukkan penguatan sebesar 0,2%.
Kondisi ini terjadi setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan bahwa negaranya telah mencapai kesepakatan dengan Uni Eropa. Kesepakatan ini diumumkan pada Minggu malam waktu AS, memberikan optimisme bahwa hubungan dagang internasional dapat kembali ke jalur yang lebih stabil.
Namun demikian, Presiden Trump sebelumnya sempat menyampaikan ancaman akan memberlakukan tarif sebesar 30% terhadap sebagian besar barang impor dari mitra dagang utama Amerika Serikat. Ini termasuk China, yang sejak beberapa tahun terakhir menjadi sorotan utama dalam kebijakan perdagangan AS.
Wall Street Bangkit, Indeks Utama Sentuh Rekor Baru
Sementara pasar Asia menunjukkan sikap hati-hati, bursa saham Amerika Serikat justru mencatatkan kinerja impresif menjelang akhir pekan lalu. Wall Street ditutup menguat pada Jumat, dengan dua indeks utama S&P 500 dan Nasdaq mencatatkan rekor penutupan baru.
Pada 26 Juli 2025, indeks S&P 500 naik 0,40% ke level 6.388,64, yang merupakan rekor penutupan ke-14 sepanjang tahun ini. Nasdaq Composite turut menguat 0,24% ke posisi 21.108,32, juga menjadi rekor ke-15 untuk tahun ini. Dow Jones Industrial Average (DJIA) pun naik 208,01 poin atau 0,47% ke angka 44.901,92.
Ketiga indeks utama tersebut menutup pekan dengan catatan positif. DJIA menguat sekitar 1,3%, Nasdaq bertambah 1%, dan S&P 500 naik sekitar 1,5%. S&P 500 bahkan mencetak rekor penutupan selama lima hari berturut-turut, sementara Nasdaq mencatat empat rekor sepanjang pekan, termasuk tembusnya level 21.000 pada Rabu.
Didorong Laporan Keuangan dan Fundamental Positif
Kenaikan signifikan di Wall Street didukung oleh laporan keuangan sejumlah emiten besar yang lebih baik dari ekspektasi. Saham Alphabet naik 4% setelah mengumumkan kinerja yang melampaui target pasar, sementara Verizon melonjak 5% karena hasil yang juga melampaui prediksi analis.
Sejauh ini, dari 169 perusahaan yang tergabung dalam indeks S&P 500 yang sudah melaporkan kinerja keuangan, sebanyak 82% tercatat berhasil melampaui ekspektasi analis. Data ini menjadi dasar kuat optimisme pasar.
Kepala analis dari U.S. Bank Wealth Management, Terry Sandven, menilai bahwa pasar bullish masih berpeluang berlanjut, karena didukung oleh sejumlah faktor fundamental.
“Pasar bullish terus berlanjut, sebagian besar didukung oleh fundamental yang positif,” ujar Terry Sandven.
Ia menambahkan, “Inflasi stabil, suku bunga berada dalam kisaran tertentu, dan tren pendapatan meningkat, yang memberikan peluang positif bagi saham untuk menguat. Kami masih memperkirakan bias risiko akan tetap utuh seiring kita menjalani musim laporan keuangan ini.”
Kesepakatan Dagang Baru Jadi Katalis Tambahan
Selain laporan keuangan yang menggembirakan, berbagai perjanjian dagang yang diumumkan dalam sepekan terakhir turut memberikan sentimen positif. Presiden Trump menyatakan bahwa AS telah menandatangani kesepakatan dagang besar dengan Jepang, yang mencakup tarif timbal balik sebesar 15%.
Tak hanya itu, Trump juga mengumumkan bahwa Amerika Serikat dan Indonesia telah mencapai kerangka perjanjian dagang. Menurutnya, masih ada beberapa kesepakatan lain yang sedang dalam proses finalisasi sebelum tenggat tarif pada 1 Agustus 2025 mendatang.
Trump menyebutkan bahwa perjanjian dagang antara AS dan Uni Eropa juga masuk dalam daftar kesepakatan potensial. Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen bahkan telah mengonfirmasi bahwa pertemuan dengan Trump akan berlangsung di Skotlandia pada Minggu untuk membahas lebih lanjut kerja sama perdagangan antara kedua wilayah.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
BRI Dukung Program Rumah Terjangkau
- 28 Juli 2025
2.
Rekomendasi Rumah Murah Subsidi di Banjarnegara
- 28 Juli 2025
3.
Harga BBM Stabil Jelang Akhir Juli
- 28 Juli 2025
4.
Energi Ramah Lingkungan Kian Diminati Generasi Muda
- 28 Juli 2025
5.
Manfaat Olahraga untuk Kualitas Tidur
- 28 Juli 2025