Kebebasan Pers di Era Prabowo Jadi Sorotan, Dewan Pers Tegaskan Pentingnya Kemerdekaan Media
- Senin, 23 Juni 2025

JAKARTA — Isu mengenai kebebasan pers kembali mencuat dan menjadi perhatian serius di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Sejumlah kalangan menyuarakan kekhawatiran terhadap kemerdekaan pers setelah berbagai kasus intimidasi terhadap media yang kritis terhadap pemerintah mencuat ke permukaan.
Salah satu pemicu kekhawatiran ini adalah pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyebut adanya media di Indonesia yang didukung oleh pihak asing dan berpotensi memecah belah bangsa. Tuduhan itu menuai kontroversi karena tidak disertai bukti konkret. "Pernyataan seperti itu dapat memunculkan stigma negatif terhadap media yang bersikap kritis, padahal kritik merupakan bagian dari fungsi pers sebagai kontrol sosial," ungkap Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat.
Intimidasi terhadap media kritis semakin memperkuat kekhawatiran tersebut. Salah satu kasus yang paling disorot publik adalah teror terhadap kantor Tempo Media Group berupa pengiriman kepala babi dan bangkai tikus. Aksi ini dianggap sebagai bentuk ancaman nyata terhadap kebebasan pers.
Baca Juga
"Ini jelas merupakan bentuk intimidasi terhadap jurnalis dan kebebasan pers, yang merupakan salah satu pilar demokrasi," tegas perwakilan LBH GP Ansor.
Berbagai lembaga, mulai dari Komite Nasional Pemuda Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) hingga Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), mengecam tindakan intimidatif tersebut. Mereka menegaskan bahwa kebebasan pers merupakan hak yang dilindungi oleh Undang-Undang Pers dan tidak boleh dilemahkan oleh tindakan teror.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga turun tangan memberikan jaminan perlindungan terhadap jurnalis Tempo. "Kami akan memberikan perlindungan, termasuk layanan konseling psikologis, karena insiden ini merupakan ancaman serius," kata Wakil Ketua LPSK Sri Suparyati.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun bergerak cepat dengan memerintahkan Kabareskrim untuk mengusut tuntas kasus ini. "Kami akan memberikan pelayanan terbaik dalam proses penyelidikan," ujarnya.
Namun, pernyataan dari Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi yang menyebut insiden tersebut "bukan ancaman" memancing kritik dari berbagai kalangan. Koalisi jurnalis menyebut respons tersebut sebagai bentuk ketidakseriusan pemerintah dalam menangani ancaman terhadap kebebasan pers.
"Pernyataan yang terkesan meremehkan dapat memberikan sinyal negatif terhadap pentingnya perlindungan kebebasan pers di Indonesia," kecam Im57+ Institute.
Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat menyatakan bahwa lembaganya siap berperan aktif dalam menjaga kebebasan pers di tengah berbagai ancaman yang muncul. "Pers harus terus menjalankan fungsinya sebagai kontrol sosial, dan Dewan Pers akan memastikan jurnalis mendapat perlindungan maksimal dari intimidasi," tegasnya.
Ancaman terhadap pers juga dinilai sebagai ancaman terhadap demokrasi itu sendiri. "Intimidasi kepada media bukan hanya serangan kepada institusi pers, tapi juga terhadap hak publik untuk mendapatkan informasi yang jujur dan transparan," ujar Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin.
Dukungan untuk kebebasan pers juga datang dari berbagai partai politik. Sekretaris Jenderal Partai Golkar, M. Sarmuji, mendesak agar aparat penegak hukum segera mengungkap pelaku dan dalang aksi teror tersebut. "Jurnalis harus bisa bekerja dengan tenang tanpa adanya tekanan atau ancaman," katanya.
Koalisi Jurnalisme Inklusif menegaskan bahwa intimidasi ini adalah bentuk serangan terhadap transparansi pemerintahan. "Jika dibiarkan, serangan seperti ini akan melemahkan keberanian jurnalis untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan," tegas perwakilan koalisi.
Dalam situasi ini, ada beberapa langkah yang harus diambil untuk memperkuat perlindungan kebebasan pers:
Penyidikan harus berjalan secara transparan dan pelaku harus dihukum setimpal agar menjadi efek jera.
LPSK bersama Dewan Pers perlu memastikan perlindungan berkelanjutan bagi jurnalis yang terancam.
Pemerintah, khususnya Istana, harus menyatakan sikap tegas mendukung kebebasan pers.
Dewan Pers harus meluncurkan kampanye nasional mengenai pentingnya perlindungan terhadap pers.
Solidaritas masyarakat dan media perlu diperkuat agar kebebasan pers tetap menjadi pilar yang kokoh dalam demokrasi Indonesia.
Isu kebebasan pers di era Prabowo Subianto menjadi ujian nyata bagi kematangan demokrasi di Indonesia. Tuduhan terhadap media, aksi intimidasi simbolik, dan respons pemerintah yang dinilai kurang serius memperlihatkan bahwa kebebasan berpendapat masih menghadapi tantangan besar.
"Kami percaya, dengan sinergi semua pihak, Indonesia bisa menjadi bangsa yang menghormati kemerdekaan pers dan menjaga demokrasi tetap hidup," tutup Komaruddin Hidayat.

Mazroh Atul Jannah
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.