AAUI Dukung Regulasi Co Payment Asuransi Adil

AAUI Dukung Regulasi Co Payment Asuransi Adil
AAUI Dukung Regulasi Co Payment Asuransi Adil

JAKARTA - Keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Komisi XI DPR RI menunda penerapan skema co-payment dalam asuransi kesehatan menjadi momentum penting bagi pembentukan regulasi yang lebih adil dan inklusif. Penundaan ini memberikan waktu untuk meninjau kembali aturan agar tidak memberatkan masyarakat, terutama kelompok rentan seperti lansia, penyandang disabilitas, dan masyarakat berpenghasilan rendah.

Skema co-payment sendiri sebenarnya dirancang untuk mengendalikan moral hazard sekaligus meningkatkan literasi finansial masyarakat. Namun, pelaksanaannya masih memerlukan banyak penyesuaian agar tidak mencederai prinsip perlindungan bagi peserta yang paling membutuhkan. Dengan keputusan ini, OJK dan DPR membuka peluang penyusunan aturan yang lebih matang dan responsif terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat.

Apa Itu Skema Co-Payment dan Tujuannya?

Baca Juga

AAUI Dukung Regulasi Co Payment Asuransi Adil

Co-payment merupakan kebijakan yang mengharuskan peserta asuransi menanggung sebagian biaya pengobatan yang mereka terima. Tujuannya agar peserta lebih bijak dalam memanfaatkan layanan kesehatan dan mencegah penyalahgunaan sistem asuransi. Di sisi lain, mekanisme ini juga diharapkan dapat memperkuat keberlanjutan sistem asuransi kesehatan nasional.

Meski memiliki tujuan positif, penerapan co-payment harus disesuaikan dengan kemampuan ekonomi peserta. Tanpa adanya fleksibilitas, kebijakan ini berpotensi membebani masyarakat yang ekonominya terbatas, sehingga menimbulkan ketidakadilan. Oleh sebab itu, penyesuaian aturan sangat penting sebelum skema ini diterapkan secara luas.

AAUI: Pentingnya Perlakuan Khusus bagi Kelompok Rentan

Ketua Umum AAUI, Budi Herawan, menegaskan bahwa co-payment tetap relevan sebagai instrumen kontrol risiko dan edukasi keuangan. Namun, pelaksanaan kebijakan ini harus fleksibel dengan memberikan pengecualian bagi kelompok rentan.

“AAUI setuju apabila diberikan pengecualian khusus bagi kelompok rentan seperti lansia, penyandang disabilitas, atau peserta berpenghasilan rendah, selama ada kriteria yang jelas dan pengaturannya tidak mengganggu keseimbangan aktuaria,” jelas Budi.

Pernyataan ini menunjukkan dukungan AAUI pada penerapan co-payment yang adil dan sesuai dengan keragaman kondisi masyarakat Indonesia. Dengan adanya pengecualian, kelompok rentan bisa tetap terlindungi tanpa merasa terbebani biaya tambahan.

Penyusunan Peraturan OJK Baru

Penundaan implementasi co-payment memberi ruang bagi OJK untuk menyiapkan Peraturan OJK (POJK) baru sebagai pengganti SEOJK 7/2025. POJK diharapkan memiliki dasar hukum yang lebih kuat, komprehensif, dan mampu mengakomodasi berbagai aspirasi pemangku kepentingan.

Peraturan baru ini juga diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara keberlangsungan industri asuransi dan perlindungan hak peserta, serta mengakomodasi pengecualian bagi kelompok rentan. Dengan regulasi yang lebih matang, kebijakan co-payment akan lebih efektif dan tidak menimbulkan gejolak sosial.

Komisi Agen Asuransi: Biaya atau Investasi?

Selain membahas co-payment, rapat kerja juga mengangkat isu komisi agen asuransi yang selama ini menjadi salah satu komponen biaya terbesar dalam industri asuransi. Anggota Komisi XI DPR mengusulkan pembatasan maksimal komisi untuk menekan biaya akuisisi.

Menanggapi hal ini, Budi Herawan menegaskan bahwa komisi agen bukan hanya biaya, tetapi insentif penting untuk memastikan agen mampu memberikan edukasi dan pelayanan yang berkelanjutan kepada peserta asuransi. “Efisiensi biaya memang penting, tetapi perlu pendekatan yang seimbang agar layanan kepada peserta tetap optimal,” kata Budi.

Menurutnya, restrukturisasi komisi sebaiknya dilakukan berdasarkan kinerja atau durasi polis, bukan dengan pemangkasan sepihak yang berpotensi menurunkan kualitas layanan.

Kesiapan Sistem dan Edukasi Publik Jadi Kunci

AAUI menilai pengaturan asuransi kesehatan semakin mendesak mengingat tingginya biaya kesehatan dan klaim yang terus meningkat. Dalam konteks ini, co-payment dapat menjadi solusi untuk menjaga keberlanjutan sistem asuransi, asalkan penerapannya tidak mengabaikan aspek keadilan sosial.

Keberhasilan regulasi ini tidak hanya ditentukan oleh waktu penerapan, melainkan juga kesiapan teknis sistem dan pemahaman masyarakat. “Keberhasilan implementasi regulasi ini tidak hanya ditentukan oleh waktu penerapan, tetapi juga oleh sejauh mana seluruh pihak memahami, menyepakati, dan mempersiapkan secara teknis kebijakan tersebut,” jelas Budi Herawan.

Kolaborasi antara regulator, pelaku industri, dan masyarakat sangat penting agar kebijakan bisa diterima luas dan berjalan efektif, terutama untuk melindungi mereka yang paling rentan.

Harapan dan Pandangan AAUI ke Depan

AAUI berharap POJK baru dapat selesai tepat waktu dan skema co-payment tetap bisa diterapkan sesuai target 1 Januari 2026. Namun, AAUI juga terbuka terhadap penyesuaian jadwal apabila diperlukan untuk memastikan kesiapan sistem dan edukasi publik.

Penundaan ini dianggap sebagai kesempatan emas untuk merumuskan kebijakan yang lebih matang dan menyeluruh. Pendekatan realistis dan berorientasi keadilan sosial diharapkan dapat menjadikan sistem asuransi kesehatan Indonesia lebih inklusif, efisien, dan berkelanjutan.

Menuju Sistem Asuransi Kesehatan Inklusif

Dinamika kebijakan co-payment menunjukkan keseriusan semua pihak dalam membangun sistem asuransi kesehatan yang tidak hanya kuat secara finansial, tetapi juga mampu memberikan perlindungan menyeluruh bagi seluruh lapisan masyarakat. Penekanan pada fleksibilitas dan perlindungan khusus bagi kelompok rentan menjadi kunci agar kebijakan ini berjalan tanpa kontradiksi.

Dengan keterlibatan aktif semua pemangku kepentingan, masa depan sistem asuransi kesehatan Indonesia semakin cerah. Sistem ini tidak hanya bertahan menghadapi tekanan ekonomi dan sosial, tetapi juga menjadi instrumen perlindungan kesehatan yang adil dan inklusif untuk seluruh rakyat.

Sindi

Sindi

navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Perbankan Syariah BRK Ekspansi ke Karimun

Perbankan Syariah BRK Ekspansi ke Karimun

BRI Finance Dukung Transformasi Lewat BRIVolution

BRI Finance Dukung Transformasi Lewat BRIVolution

IHSG Menguat, Saham Properti dan Baku Jadi Incaran

IHSG Menguat, Saham Properti dan Baku Jadi Incaran

Harga Emas Antam Naik Jadi Rp1,9 Juta per Gram

Harga Emas Antam Naik Jadi Rp1,9 Juta per Gram

Bursa REC Diluncurkan, Dorong Ekonomi Hijau Indonesia

Bursa REC Diluncurkan, Dorong Ekonomi Hijau Indonesia