
JAKARTA - Pasar minyak dunia kembali bergerak negatif pada akhir September.
Tekanan terutama datang dari ekspektasi kenaikan produksi yang lebih agresif oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+), sehingga memicu kekhawatiran surplus pasokan. Dinamika ini membuat harga minyak mentah global terkoreksi cukup signifikan di tengah kondisi geopolitik yang belum sepenuhnya stabil.
Pada perdagangan Selasa, 30 September 2025 harga minyak mentah dunia ditutup melemah. Investor mencermati rencana peningkatan produksi yang berpotensi menambah pasokan secara signifikan bulan depan. Situasi ini mendorong aksi jual di pasar komoditas, seiring pelaku pasar berhati-hati terhadap risiko kelebihan suplai di tengah permintaan global yang belum sepenuhnya pulih.
Baca JugaPanas Bumi Jadi Kunci Energi Bersih Indonesia Untuk Masa Depan
Mengutip laporan Reuters, Rabu, 1 Okrober 2025, harga minyak Brent ditutup turun 1,7% ke level US$66,03 per barel. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) juga melemah 1,7% ke posisi US$62,37 per barel. Penurunan ini menunjukkan pasar mulai mengantisipasi langkah lanjutan dari OPEC+ yang tengah menyiapkan strategi produksi baru.
Antisipasi Pasar Terhadap Kebijakan OPEC+
OPEC+ diperkirakan akan mempercepat kenaikan produksi minyak bulan depan. Sebelumnya, tambahan produksi ditetapkan sebesar 137.000 barel per hari (bpd) untuk Oktober. Namun, ke depan peningkatan tersebut disebut bisa mencapai 274.000 hingga 411.000 bpd.
Menurut analis StoneX, Alex Hodes, kebijakan ini bisa berdampak luas, terutama terhadap produsen shale oil. “OPEC+ ini dapat menekan margin produsen shale oil yang berbiaya tinggi, sehingga berpotensi memaksa mereka mengurangi produksi yang saat ini berada di level rekor,” ujarnya.
Langkah OPEC+ tidak hanya akan menentukan arah harga minyak, tetapi juga menekan produsen dengan biaya tinggi agar menurunkan kapasitasnya. Efek domino ini bisa mengubah peta persaingan global, terutama bagi negara yang sangat bergantung pada industri minyak nonkonvensional.
Pergerakan Pasokan Minyak Global
Selain keputusan OPEC+, faktor pasokan dari berbagai wilayah juga turut memengaruhi pergerakan harga. Aliran minyak mentah dari Kurdistan Irak menuju Turki kembali beroperasi. Pemulihan jalur distribusi ini memperkuat suplai di pasar internasional.
Di sisi lain, pasar tetap waspada terhadap ancaman geopolitik. Beberapa pekan terakhir, serangan drone ke fasilitas minyak Rusia sempat menimbulkan risiko gangguan pasokan. Namun, pemulihan distribusi di wilayah lain membuat pasar menimbang ulang risiko yang ada.
Dampak Geopolitik dan Faktor Global
Tidak hanya kebijakan produksi, harga minyak juga sensitif terhadap kondisi politik global. Baru-baru ini, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mendapat dukungan dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terkait proposal perdamaian di Gaza.
Jika kesepakatan damai tercapai, maka lalu lintas pelayaran melalui Terusan Suez diperkirakan kembali normal. Normalisasi ini akan mengurangi premi risiko geopolitik yang biasanya menekan harga minyak akibat ketidakpastian di jalur perdagangan strategis tersebut.
Bagi pelaku pasar, perkembangan geopolitik di kawasan Timur Tengah selalu menjadi perhatian utama. Pasalnya, kawasan ini merupakan salah satu pemasok utama minyak dunia. Stabilitas politik di sana akan berbanding lurus dengan kelancaran distribusi dan kestabilan harga minyak global.
Proyeksi ke Depan
Penurunan harga minyak pada akhir September ini memperlihatkan sensitivitas pasar terhadap arah kebijakan OPEC+ dan dinamika geopolitik. Investor kini menunggu kepastian mengenai berapa besar peningkatan produksi yang akan diputuskan organisasi tersebut pada bulan depan.
Jika tambahan produksi benar mencapai 274.000–411.000 bpd, pasar berpotensi menghadapi surplus pasokan yang menekan harga lebih lanjut. Sebaliknya, jika peningkatan lebih moderat, harga minyak mungkin masih bisa bertahan pada kisaran saat ini.
Di sisi lain, pemulihan jalur distribusi minyak dari Kurdistan ke Turki serta potensi perdamaian Gaza yang dapat menstabilkan lalu lintas di Terusan Suez menambah faktor ketidakpastian. Pasar perlu menyeimbangkan antara risiko gangguan pasokan dan potensi kelebihan suplai dari kebijakan produksi baru.
Harga minyak mentah dunia kembali tergelincir karena pasar mencermati kombinasi faktor kebijakan OPEC+, kondisi geopolitik, serta dinamika distribusi pasokan global. Brent turun 1,7% ke US$66,03, sedangkan WTI melemah 1,7% ke US$62,37.
Dengan ekspektasi kenaikan produksi OPEC+ yang lebih besar, tekanan pada harga minyak bisa berlanjut dalam jangka pendek. Analis menilai, langkah tersebut juga bisa mempersempit ruang produsen shale oil untuk bertahan.
Sementara itu, pemulihan aliran minyak dari Irak ke Turki serta kemungkinan stabilisasi jalur pelayaran di Terusan Suez jika tercapai kesepakatan damai di Gaza memberi dinamika baru dalam perhitungan pasar.
Pasar minyak dunia akan terus bergerak dalam ketidakpastian, dan arah harga sangat bergantung pada keputusan OPEC+ di bulan mendatang, serta stabilitas politik global yang berhubungan langsung dengan distribusi energi.

Mazroh Atul Jannah
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
MotoGP Mandalika 2025 Angkat Sport Tourism dan Ekonomi Lokal
- 01 Oktober 2025
2.
Jadwal Lengkap Bus DAMRI ke Bandara YIA 1 Oktober 2025
- 01 Oktober 2025
3.
KAI Operasikan Tambahan Kereta Api Selama Oktober 2025 Ini
- 01 Oktober 2025
4.
Proyek Waste to Energy Danantara Dimulai Akhir Oktober 2025
- 01 Oktober 2025
5.
Simak! Besaran Iuran BPJS Kesehatan Berlaku Oktober 2025
- 01 Oktober 2025