
JAKARTA - Industri asuransi jiwa di Indonesia kini tengah memasuki babak baru seiring adanya rencana penerbitan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) yang mengatur kegiatan usaha dan lini usaha perusahaan asuransi, reasuransi, serta perusahaan asuransi syariah. Rancangan SEOJK ini membagi perusahaan perasuransian berdasarkan Kelompok Perusahaan Perasuransian Berdasarkan Ekuitas (KPPE), yang menjadi basis pembatasan dan standarisasi produk yang dapat mereka pasarkan.
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyambut baik penyusunan aturan baru tersebut. Menurut AAJI, kebijakan berbasis ekuitas ini merupakan langkah penting untuk memperkuat struktur permodalan dan manajemen risiko di sektor asuransi, sehingga dapat mendorong keberlanjutan dan perlindungan yang lebih baik bagi para pemegang polis.
Rancangan SEOJK yang tengah dirancang OJK ini mengatur standarisasi lini usaha untuk berbagai produk asuransi, mulai dari asuransi umum, asuransi umum syariah, asuransi jiwa, hingga asuransi jiwa syariah. Selain itu, rancangan tersebut juga mengatur batasan kegiatan usaha sesuai dengan klasifikasi KPPE 1 dan KPPE 2.
Baca Juga
Secara garis besar, perusahaan dalam KPPE 1 hanya diperbolehkan memasarkan produk asuransi yang memiliki risiko sederhana atau nilai pertanggungan yang relatif kecil. Sementara perusahaan yang masuk kategori KPPE 2 diberikan kebebasan untuk menawarkan seluruh jenis produk asuransi, tanpa pembatasan khusus.
Direktur Eksekutif AAJI, Togar Pasaribu, menilai bahwa pembatasan kegiatan usaha berdasarkan klasifikasi ekuitas merupakan langkah yang relevan dan strategis. “Pembatasan tersebut penting agar perusahaan asuransi hanya menjalankan bisnis sesuai dengan kemampuan keuangannya,” jelas Togar.
Togar menegaskan bahwa kebijakan ini juga berfungsi untuk mencegah perusahaan menjalankan bisnis dengan risiko yang tidak proporsional terhadap modal yang dimilikinya. Kondisi semacam itu berpotensi membahayakan kelangsungan usaha perusahaan dan merugikan pemegang polis sebagai konsumen utama industri asuransi.
Terkait dengan kewajiban peningkatan ekuitas, Togar tidak menutup kemungkinan bahwa akses modal bagi industri asuransi jiwa menjadi lebih selektif di tengah kondisi ekonomi yang masih penuh ketidakpastian. “Investor saat ini lebih berhati-hati dalam menyalurkan modalnya, sehingga ada tantangan bagi perusahaan asuransi dalam memenuhi persyaratan ekuitas,” ujarnya.
Walau demikian, AAJI tetap mendorong agar perusahaan yang menghadapi kesulitan pemenuhan modal tidak berkecil hati. Salah satu solusi yang disarankan adalah melakukan merger atau akuisisi dengan perusahaan lain agar dapat memenuhi ketentuan tersebut. Dengan meningkatnya jumlah perusahaan asuransi yang sudah sesuai dengan standar permodalan, Togar percaya bahwa iklim industri akan semakin sehat dan kompetitif, bahkan mampu bersaing dengan sektor keuangan lainnya.
Data kinerja industri asuransi jiwa per Maret 2025 mencatat sudah ada 42 perusahaan yang memenuhi persyaratan permodalan minimal Rp 250 miliar, yang akan mulai diterapkan pada akhir 2026. Jumlah perusahaan yang memenuhi ketentuan ini diperkirakan akan terus bertambah karena batas waktu penerapan masih sekitar satu tahun lagi.
Sebagai latar belakang, POJK Nomor 23 Tahun 2023 menetapkan persyaratan ekuitas minimum bagi perusahaan asuransi jiwa. Pada tahap pertama yang berlaku mulai 31 Desember 2026, seluruh perusahaan asuransi jiwa wajib memiliki modal minimal Rp 250 miliar. Pada tahap kedua yang dimulai 31 Desember 2028, persyaratan modal ini meningkat: perusahaan dalam KPPE 1 harus memiliki minimal Rp 500 miliar, dan perusahaan dalam KPPE 2 wajib memiliki minimal Rp 1 triliun.
Aturan ini diharapkan mampu menciptakan landasan yang kuat bagi pengembangan industri asuransi jiwa di Indonesia. Selain memperkuat modal perusahaan, kebijakan tersebut juga memberikan batasan risiko yang jelas, sehingga dapat menjaga stabilitas keuangan perusahaan dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap industri asuransi.
AAJI mengapresiasi komitmen OJK dalam menyusun kebijakan ini karena tidak hanya mengatur aspek permodalan, tetapi juga mengarahkan perusahaan asuransi untuk lebih bertanggung jawab dalam mengelola risiko dan menjaga keberlanjutan bisnis. Hal ini menjadi sangat penting di tengah dinamika ekonomi global yang penuh ketidakpastian, yang bisa mempengaruhi stabilitas keuangan perusahaan asuransi.
Melalui pengaturan berdasarkan KPPE, perusahaan yang modalnya lebih kecil akan difokuskan pada produk asuransi yang lebih sederhana dan risiko yang terkendali, sehingga peluang gagal bayar atau kegagalan usaha dapat diminimalisasi. Sementara itu, perusahaan dengan modal besar dapat mengembangkan lini produk yang lebih luas dan kompleks dengan pengelolaan risiko yang lebih matang.
Ke depan, AAJI berharap pelaksanaan regulasi ini akan berjalan lancar dan mendapat dukungan penuh dari seluruh pelaku industri asuransi jiwa. Dengan begitu, industri asuransi jiwa Indonesia dapat tumbuh secara sehat dan berkelanjutan, memberikan manfaat maksimal kepada masyarakat, dan memperkuat kontribusinya terhadap perekonomian nasional.
Dengan berbagai tantangan yang ada, termasuk kebutuhan modal yang semakin tinggi dan persaingan industri yang ketat, AAJI terus mengajak seluruh anggotanya untuk beradaptasi dan meningkatkan kualitas manajemen risiko dan modalnya. Langkah ini tidak hanya penting bagi kelangsungan usaha masing-masing perusahaan, tetapi juga demi memberikan perlindungan yang optimal bagi nasabah dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi jiwa.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
AAJI Dukung Aturan Baru Kegiatan Usaha Perasuransian
- 08 Agustus 2025
2.
IFEC Hadir, Seleksi Atlet Esports Sepak Bola
- 08 Agustus 2025
3.
Padel, Olahraga Viral dengan Segudang Manfaat
- 08 Agustus 2025
4.
Generasi Emas AS Kuasai Basket Dunia Muda
- 08 Agustus 2025
5.
Jadwal Timnas Voli Putri U 21 Lawan Kanada
- 08 Agustus 2025